Sabtu, 12 Maret 2016

Perempuan-Perempuan Tersayang


Judul
:
Perempuan-Perempuan Tersayang
Penulis
:
Okke ‘Sepatu merah’
Penerbit
:
Gagas Media
Tahun Cetak
:
2015
Halaman
:
274
ISBN
:
979-780-812-2
Harga
:
Rp. 65.000
Status
:
Ada

Pernahkah kau mendengar kisah dari Kota SoE, kota kelahiranku?

Ya, tadinya aku pun berpikir sama denganmu, tak ada yang menarik dari kota yang berjarak lebih dari seratus kilometer dari Kupang, ibu kota Nusa Tenggara Timur itu. Maka, aku meninggalkannya. Dan, di ruas ibu kota, aku menemukan cinta. Menegakkan mimpiku hampir sempurna.

Namun, hidup tak selalu memihak pada mimpi yang sempurna, bukan? Mau tak mau, aku harus kembali ke SoE. Aku pulang, meninggalkan cinta dan harapan akan masa depan.

Pernahkah kau mendengar kisah dari Kota SoE, kota kelahiranku? Tadinya, aku pun berpikir sama denganmu, tak ada yang istimewa darinya. Namun ternyata aku lupa akan indahnya barisan bugenvil yang mekar serentak di tepi-tepi jalannya. Aku lupa sempat kutitipkan cinta malu-malu di sana.

Lalu, maukah kau menelusuri bersamaku kelok jalannya yang berbatu-batu? Menikmati siur dingin udaranya sambil kita perbincangkan lagi cinta yang sering kau lupa. Mungkin kau sama denganku, cinta yang sebenarnya justru kau temukan saat kau pikir kau sedang kehilangan. Jadi dengarlah kisah dari Tana Timor ini. -Fransina

Kamis, 10 Maret 2016

The United Nations’ Role in the Birth of Independent East Timor, A Blunder?

Judul
:
The United Nations’ Role in the Birth of Independent East Timor, A Blunder?
Penulis
:
Bilveer Singh
Penerbit
:
Crescent Design Associates
Tahun Cetak
:
1999
Halaman
:
296
ISBN
:
981-04-2041-2
Harga
:
Rp. 100.000
Status
:
Ada

Even though the United Nations’ interest in East Timor can be traced from the debate on its status as a non-self-governing territory, Portugal, the colonial power, was largely unmoved as it was not a United Nations member until 1955. Portugal continued to regard all its colonies as part of its national territory even though the international community rejected this, best evident form the United Nations’ General Assembly Resolution 1514 and 1541 in December 1960. Despite this recalcitrance, the enforced decolonisation of Portugal’s colonial empire began with the India’s forceful decolonisation of Goa in December 1961. At the same time, a violent national liberation struggle broke out in their African colony that was to bleed Portugal and leave a lasting impact on Portugal’s politic through the launch of the ‘Flower Revolution’ in April 1974.

Following the change in regime in Lisbon, East Timor was ‘released’ from the clutches of Portuguese control, irresponsibly at that, being abandoned in the midst of a furious civil war. Indonesia’s involvement in East Timor could be traced directly to this Portuguese action, culminating in Jakarta’s interventions when the situation in the territory became untenable, all the more, when the majority of the political parties requested that Indonesia intervena and accept the territory’s integration with the Republic. While Indonesia succeeded in doing so, internationally, her actions were disapproved, with East Timor continued to be regarded as a non-self-governing territory. During the Cold War, the situation was politically and strategically tolerable for Jakarta as the key international players, including the United States, backed Indonesia, with Australia even recognising Indonesian sovereignty over East Timor.

Rabu, 09 Maret 2016

Ragi Carita 2


Judul
:
Ragi Carita 2, Sejarah Gereja di Indonesia Tahun 1860-an – Sekarang
Penulis
:
Dr. Th. Van den End & Dr. J. Weitjens, SJ
Penerbit
:
PT. BPK Gunung Mulia
Tahun Cetak
:
2015
Halaman
:
563
ISBN
:
978-979-415-606-3
Harga
:
Rp. 115.000
Status
:
Kosong

Ada cukup banyak gereja yang hadir di Indonesia, masing-masing memiliki corak teologi dan tradisi yang unik. Namun, jika dicermati ternyata ada pula kesamaan-kesamaan di antara beberapa gereja. Wajarlah bila kemudian muncul sejumlah pertanyaan seperti: dari mana asal-usul gereja-gereja di Indonesia; siapa yang membawanya; bagaimana perkembangannya; dampak apa yang diakibatkan oleh kehadirannya, dan masih banyak pertanyaan lain.

Buku ini mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Apa yang dipaparkan di dalamnya bukan hanya mencatat data dan tahun serta tempat secara objektif. Lebih jauh dari itu, Dr. Th. Van den End (dan dalam jilid ini bersama-sama dengan almarhum Dr. J. Weitjens, SJ, yang secara khusus memberi sumbangan dalam pembahasan tentang Gereja Katolik) memberikan pertimbangan-pertimbangan teologis dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu, bahkan juga mengajukan kritik-kritik dan penilaian-penilaian teologis.

Memang tidak ada gambaran sejarah yang berlaku objektif, termasuk juga sejarah gereja di Indonesia ini. Namun, apa yang diupayakan oleh sejarawan terkemuka ini merupakan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi gereja-gereja di Indonesia. Akurasi dan kelengkapan data yang diberikannya dalam buku ini serta pandangannya sebagai seorang teolog dan sejarawan yang memiliki kredibilitas tinggi memberikan bobot yang laur biasa bagi buku ini.

Melalui buku ini kiranya gereja-gereja di Indonesia makin memahami dirinya dan menjadikan dirinya relevan di tengah masyarakat Indonesia. Terdapat gambaran tentang Sejarah Gereja di Nusa Tenggara dan Timor Timursejak tahun ±1860-an dan Pengkabaran Injil serta Gereja di Sumba.

Ragi Carita 2 merupakan jilid kedua, yang membicarakan sejarah gereja di Indoensia periode 1860-an hingga masa kini. Jilid yang pertama telah terbit dengan judul Ragi Carita 1.

Rabu, 02 Maret 2016

Melawan Negara PDI 1973-1986


Judul
:
Melawan Negara PDI 1973-1986
Penulis
:
Cornelis Lay
Penerbit
:
Research Center for Politic and Government  JPP-UGM
Tahun Cetak
:
2010
Halaman
:
300
ISBN
:
979-602-96762-0-4
Harga
:
Rp. 65.000
Status
:
Ada

Perkembangan politik Indonesia selalu mencerminkan kondisi yang tampak diarahkan secara gamblang akan segera tunduk di hadapan kuasa negara. Mencitrakan negara sebagai magnet yang menarik setiap elemen apapun yang kuat berwatak besi, bahkan “mereka” yang berkarat untuk bersanding dengannya, dan selalu mengokohkan hegemoni negara. Namun Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di suatu episode silam; 1973-1986, yang secara merinci dikisahkan buku ini, berkembang menjadi sebuah kutub yang tidak saja melawan kecendrungan, tetapi juga menguras lebih banyak energi penguasa lebih dari satu dasawarsa.

Kajian spesifik tentang PDI ini mengungkapkan secara terang-terangan karakter sesungguhnya negara. Tidak hanya membongkar masa lalu, tetapi juga melawan limitasi teori dan perdebatan-perdebatan politik jaman Orde Baru yang terlanjur “mahfum” dipahami dari sudut pandang sentralitas yang mengandaikan Negara kohesif dan solid. Hasil studi ini justru berkata sebaliknya, Negara jauh dari kuat, Negara jauh dari otonom, dan barangkali mudah dimasuki oleh kekuatan (politik) di luar dari dirinya. Sesungguhnya di dalam dirinya yang sensitif, Negara ini cenderung berwatak reaktif dan mudah terfragmentasi.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...